KURIKULUM 2013 (SMAN 1 SIKUR)
SECARA konvensional terdapat kecenderungan bahwa upaya
peningkatan mutu pendidikan selalu dikaitkan dengan ketersediaan sarana
dan prasana pendidikan yang memadai, serta kompetensi guru. Pendapat
tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya betul.
Ada
komponen lain yang jarang disentuh yaitu kurikulum. Argumentasi yang
dikemukakan pada tulisan ini adalah kurikulum merupakan instrumen
strategis bagi upaya peningkatan mutu pendidikan.
Kenapa
demikian?. Kurikulum sebagai instrumen peningkatan mutu pendidikan
terdiri dari tiga entitas yaitu tujuan, metode, dan isi. Peningkatan
kompetensi guru dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan hanya
akan memberikan makna bagi peserta didik jika diarahkan pada pencapaian
tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum.
Pada konteks
Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada Standar
Kompetensi Lulusan (SKL). Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Bab Ketentuan Umum SKL didefinisikan
sebagai “kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan”.
Untuk menjamin agar SKL tersebut
dapat dicapai maka kegiatan belajar mengajar tersebut dilengkapi dengan
tujuh standar lainnya yaitu standar isi, standar proses, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan.
Keberadaan standar-standar ini telah dijamin oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 2.
Kurikulum 2013 sebagai bagian dari
intervensi peningkatan mutu pendidikan, tentu tidak bisa bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, SKL
menjadi rujukan ketika Kurikulum 2013 diterapkan, termasuk tujuh standar
nasional pendidikan lainnya.
Demikian juga dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum 2013.
Satuan pendidikan tetap mempunyai kewenangan untuk mengembangkan
kurikulum sendiri yang sesuai dengan kondisi satuan pendidikan tersebut.
Di samping itu, Kurikulum 2013 tetap merupakan kurikulum berbasis
kompetensi.
Namun demikian, sebagaimana dinyatakan pada UU nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38, kerangka
dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan
oleh Pemerintah. Satuan pendidikan tetap harus merujuk pada kerangka
dasar dan struktur kurikulum jika harus mengembangkan kurikulum sendiri.
Ketentuan untuk merujuk pada kerangka dasar dan struktur kurikulum
merupakan bagian dari quality assurance.
Dalam berbagai forum uji
publik yang telah diselenggarakan dari tanggal 29 November sampai dengan
23 Desember 2012, beberapa perseta menanyakan tentang keberadaan Buku
Babon. Mereka yang belum mengetahui tentang maksud Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyediakan Buku Babon beranggapan bahwa
akan keseragaman dalam kurikulum, dan bertentangan dengan ketentuan
pada PP nomor 19 tahun 2005.
Keberadaan Buku Babon, tidak
dimaksudkan sebagai bentuk sentralisasi kurikulum dan penyeragaman,
tetapi dimaksudkan untuk standarisasi dalam pelaksanaan kurikulum. Hal
ini didasarkan pada adanya kecenderungan tidak setaranya kurikulum yang
digunakan oleh satuan pendidikan. Kecenderungan ini terjadi karena
adanya perbedaan kompetensi guru, sehingga ada satuan pendidikan yang
mengadopsi kurikulum dari satuan pendidikan atau contoh dari Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, tanpa melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan
kondisi satuan pendididkan tempat guru tersebut mengajar.
Buku
Babon didisain untuk memfasilitasi guru melakukan tugas mengajarnya dan
peserta didik mengikuti kegiatan belajar mengajar. Buku Babon
direncanakan untuk memuat isi mata pelajaran, metode mengajar, dan
metode evaluasi. Dengan ketiga komponen tersebut, guru diharapkan dapat
melakukan diagnosis terhadap kesulitan belajar peserta didik dan peserta
didik diharapkan akan mengetahui pada topik bahasan yang mana dia
mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Keberadaan Buku Babon
merupakan standar minimum yang harus dicapai oleh setiap siswa. Jika ada
satuan pendidikan yang mampu untuk mencapai lebih tinggi dari standar
yang ditetapkan pada Buku Babon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
tidak melarangnya, bahkan mendorong setiap satuan pendidikan dapat
mencapai target yang lebih tinggi.
Kurikulum 2013 merupakan
intervensi peningkatan mutu yang strategis, namun sasarannya besar baik
dari segi siswa yang akan menjadi subyek dari kurikulum 2013, maupun
guru yang menjadi aktor utama dalam implementasinya, sehingga
pelaksanaan secara serentak dengan sasaran semua satuan pendidikan
secara nasional menjadi hal yang sulit untuk dilaksanakan.
Wakil
Presiden dalam sambutannya dalam pembukaan Rembuknas Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, menyatakan bahwa Implementasi
Kurikulum 2013 perlu dilaksanakan segera secara bertahap dan jangan
molor karena yang rugi generasi muda. Begitu molor pasti ada korban,
sebagian generasi muda tidak bisa menerima manfaat kurikulum baru..
Dalam
pelaksanaan Kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara terbatas dan
berjenjang. Untuk SD akan dilaksanakan pada kelas I dan IV, sedangkan
pada SMP dilaksanakan VII, dan di SMA dilaksanakan di kelas IX. Jika
pada tahun ajaran 2013/14 Kurikulum 2013 dilaksanakan pada kelas-kelas
tersebut, maka pada tahun ajaran 2014/15 secara berjenjang dilaksanakan
pada kelas-kela berikutnya. Misalnya di SD dapat dilaksanakan pada kelas
II dan V, sedangkan di SMP dapat dilaksanakan pada kelas VII dan di
SMA/SMK dilaksanakan pada kelas X.
Keberhasilan pelaksanaan
Kurikulum 2013 tidak hanya pada ketepatan dan comperehensiveness
perumusan SKL dan kerangka dasar, serta struktur kurikulum, tetapi dari
kepemimpinan kepala sekolah pada tingkat satuan pendidikan dan
kepemimpinan guru pada tingkat kelas.
Kepemimpinan kepala sekolah
mempunyai peran penting dalam memfasilitasi guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar di kelas. Sedangkan kepemimpinan guru di tingkat
kelas jelas menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan
bekerhasilan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013.
Guru merupakan
aktor terdepan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang berhadapan dengan
peserta didik. Peran penting guru antara lain meliputi: (1) kemampuan
menjabarkan topik-topik bahasan pada mata pelajaran menjadi informasi
yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik, (2) kemampuan untuk
mengidentifikasi tingkat dan area kesulitan peserta didik dan kemampuan
untuk membantunya keluar dari kesulitan tersebut, dan (3) kemampuan
melakukan evaluasi kemajuan belajar siswa.
Berdasarkan hasil
evaluasi guru dapat menentukan strategi untuk menentukan metode
pembelajaran yang lebih tepat dan kecepatan dalam memberikan informasi
berupa pengetahuan kepada peserta didik.
Kurikulum 2013 memang
merupakan instrumen peningkatan mutu pendidikan. Peran guru dan kepala
sekolah menjadi pendukung utama agar Kurikulum 2013 dapat secara
signifikan meningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah.